Sumber : dokumen pribadi

 

Ini adalah pertama kalinya saya membuat artikel, maka dari itu saya berpikir keras mengenai judul pas tentang sesuatu yang unik yang berada di daerah asal saya Nusa Penida ya setidaknya sambil promosi hehe!. Lalu terlintas sesuatu yang sangat melekat di benak saya dari masih kecil sampai sekarang yang rasanya hal itu tidak bisa hilang. Mungkin bukan hanya saya yang merasakan hal ini, bisa jadi sebagian besar orang Nusa Penida yang merantau seperti saya merasakan hal tersebut. Dan ketika pulang kampung sesuatu itu harus dirasakan. Sesuatu itu adalah makanan khas yang selalu ibu buatkan ketika musim panen singkong tiba. Saat dewasa ketika pulang kampung makanan ini harus wajib dinikmati sebagai obat kangen kampung halaman. Makanan itu bernama jukut-jukut. Lalu jukut-jukut itu apa sih?

Hal yang pertama kali orang Bali daratan pikirkan ketika mendengar kata jukut-jukut adalah makanan berkuah yang berisikan sayur, kacang, maupun daging. Kurang lebih seperti itu perspektif masyarakat di Bali daratan. Namun, apa benar seperti itu? Lalu apa sih jukut-jukut itu sebenarnaya?

Jukut-jukut merupakan makanan khas dari Nusa Penida sebuah pulau yang terletak di sebelah tenggara pulau Bali. Jukut-jukut terlihat seperti bubur yang terdiri atas campuran jagung, singkong, kacang merah, dan daun kelor. Untuk membuat jukut-jukut hal pertama yang dilakukan adalah merebus kacang merah sampai empuk, kemudian dicampurkan singkong dan lahan (jagung yang dihaluskan kasar) ketika sudah empuk lalu dimasukkan daun kelor kemudian bumbu halus, dan jukut-jukut pun siap dinikmati. Hanya itu saja? Lalu apa yang membuat jukut-jukut harus dinikmati ketika pulang kampung? Kemudian saya bertanya dengan teman seperjuangan yang juga merantau ke Bali daratan “ mungkin suasana saat makan jukut-jukut itu, suasana dengan keluarga, suasana pedesaan kehangatan keluarga yang terwakilkan oleh jukut-jukut.” Ketika mendengar jawabannya saya terdiam sejenak, Hmm… mungkin dia benar, rasa itu juga saya rasakan ketika menyantap jukut-jukut.

Kemudian tercetus sebuah pertanyaan yang ngak terlewat penting, apasih keunikan jukut-jukut itu? Di desa saya keunikan dari jukut-jukut terletak pada cara makannya. Nggak lengkap kalau makan jukut-jukut tanpa ditemani bawang yang dibakar utuh. Hah? Seriusan? Iya serius (ciahaha ) rasa yang khas ditimbulkan oleh bawah bakar tersebut. Pokoknya kalau makan jukut-jukut tanpa bawang bakar bukan makan jukut-jukut namanya.

Namun bagi Anda yang ingin mencoba merasakan sensasi menikmati jukut-jukut harus berpikir dulu deh! Mengapa? Karena jukut-jukut ini cukup jarang untuk ditemui di daratan Nusa Penida, hmm… kok bisa ya? Padahal Nusa Penida itu tempat asalnya. Usut punya usut ternyata generasi muda Nusa Penida yang sebagian besar merantau ke Bali daratan, entah itu untuk bekerja maupun untuk melanjutkan sekolah seperti saya (saking asiknya dan saking sibuknya), stidak punya waktu untuk mempelajari cara untuk membuat makanan unik yang satu ini. Dan bukan itu saja, makanan cepat saji dari mancanegara yang mudah di temukan dan boleh dibilang sangat praktis juga memengaruhi malasnya anak muda untuk mencoba masakan tradisional. Jika libur tiba dan pulang kampung ya hanya bisa menikmati jukut-jukutnya saja. Kalau dibuatin ya dimakan kalau ngak ya enggak. Oleh karena itu, makanan jukut-jukut ini hanya dibuat oleh ibu-ibu rumah tangga dan nenek-nenek saja membuatnya untuk memuaskan rasa kangen anak dan cucu-cucu mereka ketika pulang kampung nanti. Mungkin jika hal ini dibiarkan saja, ketika ibu ibunya pada punah makanan jukut jukut ikutan punah juga dong? Wahh ngak mau…

Padahal banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh ketika kita mengkonsumsi jukut-jukut ini mengingat komposisi makanan ini yang bergizi tinggi. Daun kelor salah satunya. Telah diadakan penelitian terhadap tanaman kelor baik pada daun, batang, dan bijinya. Kandungan vitamin C pada daun kelor setara dengan 7 kali vitamin C dalam buah jeruk, kemudian kandungan vitamin A nya setara dengan 4 kali vitamin A pada wortel, kemudian setara dengan 4 kali kandungan kalsium pada susu. Oleh kiarena itu WHO (organisasi kesehatan dunia) agar anak-anak dan bayi yang masih dalam masa pertumbuhan untuk mengkonsumsi daun kelor karena berkhasiat untuk menjaga kekebalan tubuh dan mencegah gizi buruk pada anak (baca http://www.daftarresepobat.com/2016/10/manfaat-khasiat-daun-kelor-untuk-kesehatan.html). Dan itu baru daun kelornya aja lho, belum kandungan jagung yang kaya akan mineral dan antioksidan kemudian kacang merah yang kaya akan protein untuk kesehatan jantung.

Terus terang saya tidak begitu mengerti solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Kalau hanya rasa sadar diri dan keprihatinan dari generasi muda untuk menjaga makanan yang unik ini supaya tetap eksis, saya rasa belum cukup. Oleh karena itu, saya mengajak untuk semua pihak baik dari pemerintah maupun swasta untuk saling bersinergi. Ibu-ibu rumah tangga bisa mengajarkan cara membuat Jukut-jukut pada anak-anak mereka. Ya, setidaknya pada saat lagi masak, suruh aja anaknya buat ngeliatin ibu masak, hehe! Hal yang sepele itu rasanya cukup akurat untuk membuat anak mau belajar. Namun, sekarang tinggal kesadaran si anak saja mau atau tidak, peduli dengan warisan leluhur atau tidak. Hal itu perlu dilakukan agar anak cucu kita nanti mengetahui dan merasakan sensasi saat menyantap makanan ini. Yang lebih penting adalah anak cucu kita masih bisa mengetahui warisan budaya berupa kuliner yang unik, sehat, dan bermanfaat. Jangan sampai budaya luhur tersebut tidak terwariskan karena ketidak pedulian kita!

 

 

 undefined