Masih terjadi pro dan kontra di Bali, terhadap Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011. Penyebabnya adalah dalih revitalisasi yang dijadikan ‘kemasan’ di dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Pada peraturan perundang-undangan itu, khususnya pasal 101A huruf (d) angka (6), dituangkan bahwa kegiatan revitalisasi dapat diselenggarakan dengan cara reklamasi paling luas 700 hektar. Hal yang didapat dari pasal tersebut adalah pemahaman kontradiktif antara revitalisasi dengan reklamasi.

Merujuk pada revitalisasi, sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari perihal konservasi, yang menjadi ‘jiwa’ dari revitalisasi. Dalam melakukan konservasi terhadap suatu obyek, hal paling awal yang perlu diperhatikan adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh obyek tersebut. Bernard M. Feilden, salah satu ahli konservasi menyatakan bahwa suatu obyek yang akan memperoleh perlakuan konservasi memiliki nilai-nilai, antara lain: Emotional Value, Cultural Value, dan Use Value.

Masing-masing nilai yang terkandung di dalam obyek yang akan mendapatkan perlakuan konservasi, memiliki sub-sub nilai yang satu sama lain saling terkait, tanpa menghilangkan esensi di dalam konservasi. Emotional Value, sub nilainya ditekankan pada nilai identitas, kesinambungan, spiritual dan simbolis, serta kekaguman. Cultural Value pun memiliki sub nilai, meliputi nilai kelangkaan, ekologi, keindahan, teknologi dan keilmuan, serta dokumenter. Sedangkan Use Value, sub nilainya meliputi nilai fungsi, pendidikan, sosial, politik dan etnik, serta ekonomi.

Pengejawantahan konservasi, lebih rincinya terbagi ke dalam degree of intervention, meliputi preservasi, restorasi, konsolidasi, rehabilitasi, reproduksi, rekonstruksi, revitalisasi, dan demolisi. Seluruh pengejawantahan tersebut, dipilih dan dijadikan strategi konservasi berdasarkan kondisi masa lalu dan masa kini obyek konservasi. Strategi yang telah ditentukan adalah skenario kondisi masa depan obyek konservasi, serta menuntut agar obyek konservasi memperoleh perlakuan/intervensi yang paling minim, dan memperoleh nilai tambah, tanpa mengurangi tiga nilai obyek konservasi.

Revitalisasi adalah salah satu bagian dari strategi/skenario/degree of intervention di dalam konservasi. Tentunya, dalam pelaksanaan revitalisasi sangat penting artinya mempertahankan tiga nilai konservasi (emotional, cultural, dan use). Pada umumnya, revitalisasi dipilih pada obyek konservasi yang ruangnya cukup luas, seperti misalnya sebuah kawasan. Pun sangat memungkinkan revitalisasi ini dipilih sebagai strategi untuk melestarikan Teluk Benoa dari versi sudut pandang revitalisasi keilmuan, bukan versi revitalisasi sebagaimana tertuang di dalam Perpres 51/2014.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa revitalisasi memiliki definisi “proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali”. Pemaknaan kata “menghidupkan dan menggiatkan” merujuk pada nilai, fungsi, dan kondisi fisik masa lalu dan masa kini sebuah obyek konservasi. Jika obyek konservasi yang dimaksud adalah Teluk Benoa, maka nilai, fungsi, dan kondisi fisiknya sebagai Campuhan Agung-lah yang direvitalisasi dari sudut pandang keilmuan, bukan dengan cara mereklamasinya, karena nilai, fungsi, dan kondisi fisiknya diubah secara total.

Sedikit contoh penerapan revitalisasi yang nampaknya tepat sasaran, dan memberikan nilai tambah bagi obyek yang direvitalisasi. Adalah Kawasan Hutan Bakau yang berada di Pulau Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Terlepas dari penafsiran nilai hutan bakau yang dimiliki masyarakat lokal, fungsi dan kondisi fisik hutan bakau masih tetap terjaga kelestariannya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, kelestariannya dimanfaatkan sebagai daya tarik yang dikemas dengan baik oleh warga dan pemerintah. Kemasan ini memberikan manfaat yang positif bagi alam, warga, dan pemerintah, seperti penghasilan warga, PAD, dan kelestarian alam.

Revitalisasi adalah bagian dari ‘jiwa’ konservasi. Revitalisasi mampu memberikan nilai tambah, namun tanpa menghilangkan nilai, fungsi, dan kondisi fisik obyek konservasi. Jauh berbeda, bahkan bertolak belakang dengan reklamasi, yang mengubah nilai, fungsi, dan kondisi fisik obyek konservasi secara total.


Foto Sampul oleh: Adi Prabawa.
Judul Foto: Bakau Memukau.
Lokasi Foto: Nusa Lembongan, Klungkung, Bali, 26.05.2013