Pulau Nias, sebuah gemerlap di lautan barat Sumatera, bukan hanya menjadi tempat bagi suatu geografi yang memukau, tetapi juga merupakan rumah bagi kelompok etnik yang kaya akan budaya, suku Nias. Dengan akarnya yang dalam terkait dengan legenda dan sejarah, suku ini menyimpan warisan megalitik yang memukau dan kaya akan mitos.
Penduduk asli Nias, yang disebut suku Nias, menawarkan pemandangan budaya yang mengagumkan, sebagian besar terpapar melalui ritual dan tradisi mereka yang kaya. Budaya megalitik yang mereka anut terwujud dalam monumen batu-batu besar yang tersebar di wilayah pedalaman, memberikan kesaksian tentang perjalanan panjang budaya ini.
Mitologi Nias memperkaya pemahaman tentang asal-usul suku ini. Melalui cerita-cerita lisan, seperti yang disebut hoho, yang diwariskan secara turun-temurun, kita diantar pada pengembaraan leluhur Nias, menembus jalinan antara khayangan dan bumi. Salah satu versi hoho yang dikenal, mengisahkan tentang sowan nua, manusia pertama yang mendiami Nias.
Ketika ibu sirichi, pemimpin mereka, memerintahkan turun ke bumi, terjadi pemisahan di antara anak-anaknya. Ada yang tetap di atas pohon sebagai ono membela, sementara yang lain jatuh ke bumi dan menjadi Natalia. Perbedaan ini, selain menyoroti keunikan kisah penciptaan, juga mencerminkan pola sosial dan fisik yang membedakan keduanya.
Pada saat ini, penemuan artefak di gua-gua Nias memberikan bukti konkret tentang keberadaan manusia di masa lalu. Alat-alat prasejarah, sisa-sisa vertebrata, dan jejak kehidupan kuno lainnya menyiratkan keberlangsungan peradaban manusia di pulau ini sejak ribuan tahun yang lalu.
Sementara catatan sejarah menambah dimensi lain dalam narasi ini. Pulau Nias dikenal oleh pedagang asing sejak zaman kuno, dengan tulisan-tulisan yang menyebutkan keberadaannya pada abad ke-7 Masehi. Interaksi dengan pedagang dari Tiongkok, Arab, dan Persia, seperti Sulaiman, memberikan bukti tentang jaringan perdagangan dan kontak budaya yang luas.
Pada era kolonial, keberadaan Nias dihargai oleh VOC, yang menjalin kontrak dagang dengan suku-suku setempat dan bahkan mendirikan perwakilan dagang di Gunung Sitoli. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Nias dalam perekonomian regional pada masa itu.
Pada tingkat administratif, Pulau Nias memiliki pemerintahan sendiri di bawah naungan Provinsi Sumatera Utara, dengan lima daerah administratif yang terdiri dari satu kota dan empat kabupaten. Meskipun sejak beberapa tahun lalu telah ada usulan untuk membentuk Provinsi Kepulauan Nias, prosesnya masih terhenti dalam peralihan kekuasaan pemerintahan.
Pulau Nias, dengan sejarahnya yang kaya dan mitosnya yang memikat, terus menjadi titik fokus penelitian dan pengaguman.
Komentar