Tidak banyak orang yang sadar bahwa pada tanggal 21 Februari lalu merupakan Hari Bahasa Ibu Internasional. Hari itu berasal dari pengakuan internasional terhadap hari gerakan bahasa yang dirayakan di Bangladesh. Hari Bahasa Ibu Internasional adalah peringatan tahunan yang diselenggarakan di seluruh dunia pada 21 Februari. Sejak 18 tahun lalu peringatan bahasa ibu dirayakan untuk mempromosikan perdamaian, kesadaran linguistik, keaneragaman budaya, dan multibahasa. Dimana pun seseorang lahir, kemudian ia memperoleh atau menguasai bahasa pertamanya maka bahasa yang dikuasai itu merupakan bahasa Ibu. Umumnya, bahasa pertama yang dikuasai seorang anak adalah bahasa Ibu (bahasa daerahnya).
Bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang dikenal seseorang. Mereka yang tinggal dan biasa menggunakan bahasa daerah biasanya memiliki bahasa ibu bahasa daerah. Saat ini sering terjadi bahwa seorang ibu jarang mengajarkan bahasa ibu (dbahasa daerah) kepada anaknya, ini mengakibatkan seorang anak jarang untuk menggunakan Bahasa ibu (bahasa daerah). Mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia maupu Bahasa Inggris. Di sekolah pun, pelajaran bahasa daerah mulai sedikit peminatnya. Anak desa juga terkadang jarang menggunakan bahasa daerah karena takut dikatakan ketinggalan jaman. Dengan menggunakan bahasa daerah, biasanya anak lebih bersikap sopan kepada orang yang lebih tua karena dalam bahasa daerah ada pilihan kata yang harus digunakan.
Dalam penggunaan bahasa Bali, sikap sopan itu terwujud ketika berbicara dengan bertutur formal misalnya dalam pertemuan resmi di tingkat desa adat, meminang wanita atau ketika berbicara dengan orang yang memiliki posisi tertentu menggunakan Bahasa Bali alus singgih, begitu juga ketika berbicara dengan orang tua maka harus menggunakan bahasa Bali Mady dan berkomunikasi dengan teman sebaya menggunakan bahasa Bali Kepara . Semua sudah diatur sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu bahasa Ibu (bahasa daerah) sudah sepantasnya dipertahankan meskipun penggunaannya tidak terlalu sering. Mempertahankan bahasa daerah berarti menghormati budaya yang kita miliki.
Bahasa Bali yang sekaligus merupakan bahasa ibu merupakan ciri khas atau identitas dari budaya Bali yang tetap harus dipertahankan keberadaannya dengan jalan menggunakannya secara terus menerus oleh masyarakatnya sehingga tidak menjadi bahasa mati. Suatu bahasa yang dikatakan ‘bahasa mati’, apabila bahasa tersebut ditinggalkan, atau tidak lagi digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakatnya. Hal inilah yang patut untuk diwaspadai. Seiring kemajuan teknologi dan arus globalisasi, banyak pengaruh yang masuk dan seakan memberikan dampak kepada elemen kehidupan masyarakat. modernisasi dapat kita analogikan sebagai pisau bermata dua yang memiliki dua sisi yaitu sisi positif dan negative. Sudah merupakan tugas masing-masing individu untuk memilih dan memilah dampak dari modernisasi tersebu
Mencermati Undang-Undang dasar 1945 Pasal 32 ayat 2 yang menyatakan bahwa Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional dapat diartikan kedudukan bahasa daerah dan bahasa nasional mempunyai kedudukan yang sejajar. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah terutama yang menyangkut Pasal 13 ayat 2 dan Pasal 22 (butir m) memberikan ruang yang luas kepada daerah dan kelompok etnis untuk berkiprah dalam setiap aspek kehidupan. Dalam penyelenggaraan Otonomi ini, daerah mempunyai kewajiban untuk melestarikan nilai-nilai sosial budaya. Otonomi daerah sering diinterpretsikan sebagai keleluasaan daerah dalam mengatur dan menyelenggarakan pembangunan di daerahnya masing-masing dalam persoalan pembangunan. Dengan demikian isu yang mengemuka di daerah adalah memunculkan identitas daerah dan menyebarkannya secara luas, baik melalui media masa maupun pembelajaran di sekolah-sekolah, agar keberadaan identitas diakui oleh kelompok lain yang di Indonesia ini sangat plural.
Pengaturan tentang perlindungan dan penggunaan bahasa telah diatur dalam Pergub Bali No. 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali. Hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah sangat menekankan kepada masyarakat untuk memperkuat serta mempertahankan bahasa ibu, bahasa daerah kita, bahasa bali. Hal pertama yang dapat mendukung penguatan, pelestarian maupun pertahanan bahasa ibu atau bahasa bali adalah kesadaran dalam diri sendiri, khususnya generasi muda, bahwa kitalah yang mengemban tugas untuk tetap menjaga eksistensi bahasa Bali. Dengan tegas kita dapat menyuarakan, kepedulian kita dan menumbuhkan rasa kecintaan terhadap bahasa Bali. Jika saja bahasa Bali menjadi bahasa mati, maka bersiaplah kebudayaan Bali akan hilang ditelan peradaban. Sebagai generasi-generasi muda penyelamat zaman, hendaknya sadar akan hal tersebut dan tidak membiarkan bahasa Bali menjadi ‘bahasa mati’. Tumbuhkanlah rasa cinta akan bahasa Bali, dipelajari dan dipahami, lalu pergunakan dengan baik sesuai tingkatannya, sehingga dengan demikian hal ini adalah salah satu gerakan konkrit guna penguatan bahasa ibu di Bali, pulau dewata yang tercinta. "Yen tusing iraga, nyen buin?"
Sumber :
https://surabaya.tribunnews.com/2018/02/28/jangan-malu-gunakan-bahasa-ibu
https://bobo.grid.id/amp/08675318/tiga-tingkatan-bahasa-bali
https://seword.com/umum/bahasa-ibu-membentuk-karakter-anak-Hy8lFmWdz
Komentar