Banjar Alas Pujung, Inspirasi Pemuda Bebas Alkohol
Dalam masyarakat atau kelompok-kelompok sepermainan, masing-masing kelompok memiliki ciri khas sendiri, atau kegiatan khas tersendiri. Untuk dapat diterima sebagai anggota kelompok, biasanya remaja yang termasuk dalam kelompok ini harus mengikuti aturan dalam kelompok. Misalnya, cara berbusana, aktifitas, dan perilaku atas nama kebersamaan. Salah satu diantara perilaku tersebut adalah minum minuman keras.
Seorang remaja yang masih dalam masa mencari jati diri selalu berusaha mencoba-coba hal-hal yang baru, sehingga apabila tidak adanya kontrol dari orang dewasa maka kalangan remaja tersebut dapat terjerumus dalam perbuatan yang bersifat negatif. Dalam hal ini, kebiasaan minum-minuman keras di kalangan remaja, dapat berakibat banyak sekali kasus-kasus yang terjadi seringkali membahayakan diri sendiri dan juga orang lain. Akhir-akhir ini seringkali dapat kita saksikan maraknya kasus kriminalitas yang di latar belakangi oleh minuman keras.
Melihat banyaknya kasus kriminalitas yang terjadi akibat pelaku mengkonsumsi minuman keras, di samping harus ada suatu kesadaran dari dalam diri remaja agar tidak mengkonsumsi minuman keras, maka diperlukan suatu kontrol sosial yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan remaja itu sendiri.
Di Banjar Alas Pujung terdapat sebuah kearifan lokal yang sangat unik dalam upaya mengendalikan masyarakat khususnya kalangan remaja agar tidak mengkonsumsi minuman keras. Banjar yang terletak di Desa Taro, Kecamatan Tegalalang Gianyar ini memiliki sebuah aturan yang secara tegas melarang para masyarakat khususnya teruna-teruni banjar untuk mengkonsumsi minuman beralkohol. Adanya aturan ini tidak terlepas dari pengalaman Wayan Wartana. Pria berperawakan sedang kelahiran 13 Juni 1982 ini memiliki cerita tersendiri yang menjadi latar belakang lahirnya aturan tentang minuman keras di Banjar Pujung.
Berawal pada tahun 1997, ketika Bapak Wayan Wartana masih remaja, beliau gemar mengkonsumsi minuman keras. Sampai pada suatu hari, bertepatan dengan Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan), dalam keadaan mabuk akibat mengkonsumsi minuman keras beliau yang saat itu membawa senjata tajam berupa pisau dan clurit kemudian melakukan keributan yang mengakibatkan masyarakat Banjar Alas Pujung resah. Karena keadaan Bapak Wayan Wartana yang tidak terkendali dan mabuk berat, masyarakat akhirnya menangkap beliau dan kemudian menjebloskannya ke sebuah telabah yang penuh dengan air. Sampai sore hari akhirnya beliau sadar, ketika sadar beliau sudah berada di rumah seorang penduduk.
Setelah kejadian itu, diadakan sebuah peparuman antar masyarakat Banjar Alas Pujung yang dilaksanakan bertujuan untuk mencari solusi atas keributan yang dilakukan oleh Bapak Wayan Wartana akibat mengkonsumsi minuman keras. Tercetuslah sebuah aturan yang berbunyi “ Siapapun masyarakat Banjar Alas Pujung yang mengkonsumsi minuman keras sampai menyebabkan keributan di kenakan sanksi berupa beras 5 kilogram”.
Beberapa tahun sejak dicetuskannya aturan tersebut masih di temukan beberapa pemuda yang mengkonsumsi minuman keras di Banjar Alas Pujung, akan tetapi bukan pemuda asal banjar tersebut. Kemudian, setelah sekian lama minuman keras perlahan-lahan punah di Banjar Alas Pujung. Akhirnya pada tahun 2002, pemuda banjar Alas Pujung sama sekali tidak mengkonsumsi minuman keras.
Seperti apa yang diuturkan Wayan Wartana "Apabila dilihat secara material, sanksi menyerahkan beras sebanyak 5 kilogram tentu saja masih bisa di bilang ringan. Akan tetapi, sanksi sosial yang di berikan oleh masyarakat Banjar Adat Pujung terhadap anggota masyarakat yang mengkonsumsi minuman keras di akui sangat berkontribusi menimbulkan rasa malu yang kemudian memberikan efek jera kepada anggota masyarakat yang mengkonsumsi minuman keras."
Timbulnya kesadaran masyarakat Banjar Alas Pujung tentang bahaya mengkonsumsi minuman keras dan keinginan bersama-sama untuk menjaga nama baik Banjar Alas Pujung yang terkenal akan keramah-tamahan penduduknya ikut melatarbelakangi berjalannya aturan yang melarang masyarakat Banjar Alas Pujung untuk mengkonsumsi minuman keras.
Untuk keperluan upacara yang masyarakat Alas Pujung harus membeli minuman keras ke dusun lainnya, dan kebanyakan yang membeli minuman keras ini adalah para orang tua, bukan remaja. Hal ini dapat menghindarkan pemuda dari ketertarikan mengkonsumsi minuman keras.
Lalu bagaimana tanggapan pemuda Banjar Alas Pujung tentang adanya aturan ini? Seberapa kuat aturan ini mampu membatasi keinginan untuk mengkonsumsi minuman keras masyarakat, utamanya pemuda ketika berada di luar Banjar Alas Pujung?
Salah seorang pemuda Banjar Alas Pujung pernah mengalami rasanya menjadi “berbeda” di lingkungan ia berada. Ketika ia berada di luar Banjar Alas Pujung, ia pernah berkumpul bersama pemuda-pemuda lain yang saat itu mengkonsumsi minuman keras. Ia pun di ajak untuk ikut mengkonsumsi minuman tersebut. “Sing gaul ci sing minum!” begitulah yang ia dengarkan. Namun dengan tegas ia mengatakan bahwa identitas pemuda masyarakat Banjar Alas Pujung adalah tidak mengkonsumsi minuman keras. Perayaan tahun baru yang biasanya di warnai minuman keras, ternyata tidak ada di Banjar Alas Pujung.
Ketegasan tentang minuman keras ini tidak hanya terbatas pada masyarakat Banjar Alas Pujung. Apabila ada masyarakat dari daerah lain yang membawa minuman keras, maka masyarakat Banjar Alas Pujung akan memperingatkan orang tersebut agar tidak mengkonsumsi minuman keras yang ia bawa di rumah penduduk. Kalaupun orang tersebut memengkung atau bersikeras, maka masyarakat Banjar Alas Pujung secara tegas tidak akan ikut bertanggungjawab apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat orang tersebut mengkonsumsi minuman keras.
Adapun dampak positif yang timbul akibat dari adanya peraturan ini. Pemuda-pemudi Banjar Alas Pujung kini lebih aktif mengikuti kegiatan Sekaa Teruna-Teruni. Perubahan secara prilaku pun sangat terlihat. Dengan tidak adanya masyarakat utamanya pemuda-pemudi yang mengkonsumsi minuman keras, maka terciptalah Banjar Alas Pujung yang kondusif dan terhindar dari kemungkinan-kemungkinan terjadinya peristiwa akibat pengaruh minuman keras. Citra Banjar Alas Pujung yang terkenal dengan keramahan penduduknya juga dapat di pertahankan. Kearifan lokal di Banjar Alas Pujung yang membatasi masyarakat untuk tidak mengkonsumsi minuman keras, akhirnya memberi banyak manfaat terhadap Banjar Alas Pujung sendiri. Senja itu, sebelum kami berpisah, Bapak Wayan Wartana berpesan, "Semoga dusun kecil ini dapat menjadi inspirasi buat kita semua, khususnya kita yang tinggal di Bali."
LIFE HEALTY FREE FROM ALCOHOL
Oleh :
Ni Putu Nadya Guna Artha Prasasta
Jegeg Bangli 2016
Topik : #JBB2016
Komentar